FILSAFAT PENDIDIKAN KRISTEN\
Filsafat merupakan pandangan hidup seseorang atau sekelompok
orang yang menjadi dasar di dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Adapun dasar
dalam hal ini adalah prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang mereka gunakan dalam
melakukan segala sesuatu.
Prinsip-prinsip dan nilai-nilai tersebut merupakan jawaban
dari pertanyaan yang harus dijawab dalam membentuk suatu filsafat, yaitu
1. apa yang nyata? (Metafisika);
2. apa yang benar?(Epistemologi); dan
3. apa yang berharga? (Aksiologi).
Dengan demikian di dalam pendidikan terdapat suatau filsafat
yang merupakan dasar dalam menjalankan proses pendidikan itu sendiri.
Pendidikan
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Maksudnya,
melalui pendidikan, manusia meneruskan pengetahuan atau apa yang mereka ketahui
kepada generasi berikutnya. Dengan demikian, tanpa adanya pendidikan, tidak
akan ada generasi penerus yang lebih baik dari pada generasi sebelumnya. Hal
ini berbeda dengan Pendidikan Kristen. Pendidikan Kristen tidak hanya sekedar
meneruskan pengetahuan kepada generasi berikutnya, tetapi menyoroti dan
mengajarkan semua aspek di dalam kehidupan manusia itu sendiri termasuk
karakter, potensi dan panggilan masing-masing mereka dengan berlandaskan pada
kebenaran Firman Tuhan.
Berdasarkan
paparan di atas, didapat bahwa Pendidikan Kristen merupakan pelita menyala yang
membawa dan menuntun manusia untuk kembali ke rencana Allah semula. Dalam hal
ini, pendidikan dipakai untuk menuntun manusia menuju kebenaran yaitu Yesus
Kristus.
Jika ditilik dari definisinya, pelita hanyalah
sebatas alat. Apabila tidak ada sumber cahaya yang membuatnya menyala maka ia
tidak akan berguna. Adapun, sumber cahaya itu adalah Kristus sendiri yang
direfleksikan melalui Alkitab. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa yang
menjadi inti dan pusat dari pendidikan Kristen itu adalah Yesus Kristus.
“kembali ke rencana Allah semula” berarti membawa manusia kepada karakter Allah
melalui teladan pribadi Yesus Kristus. Hal ini dikarenakan mulanya manusia
diciptakan serupa dan segambar dengan Allah.
Dengan demikian,
mereka merefleksikan karakter Allah. Namun, karena kejatuhan, karakter Allah
dalam diri manusia telah rusak dan terkorupsi. Disinilah peran pendidikan,
yaitu untuk mengembalikan karakter Allah yang semula di dalam diri manusia
dengan berpedoman pada teladan Yesus Kristus.
Adapun dasar pemikiran filosofi tersebut berangkat dari Mazmur 119:105, Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku. Pendidikan Kristen adalah pendidikan yang berpusatkan pada Firman Tuhan.
Adapun dasar pemikiran filosofi tersebut berangkat dari Mazmur 119:105, Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku. Pendidikan Kristen adalah pendidikan yang berpusatkan pada Firman Tuhan.
Dengan demikian
yang menjadi sumber pelita dalam hal konteks ini adalah Firman Tuhan sendiri.
pernyataan
di atas juga didukung oleh 2 Timotius 3:16, Segala tulisan yang diilhamkan
Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk
memperbaiki kelakukan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Jadi, melalui
pendidikan yang berdasarkan Firman Tuhanlah yang mampu menuntun manusia menjadi
pribadi yang berkenan di hadapan Allah dengan meneladani pribadi Yesus Kristus.
Hal ini dikarenakan tujuan utama dari pendidikan Kristen bukan hanya untuk
mengembangkan intelektual manusia tetapi juga karakter yang seturut dengan
kehendak Allah. Dengan kata lain, melalui Firman Tuhan inilah, kita dipimpin
dan dididik di dalam kebenaran itu sendiri yaitu Yesus Kristus.
Berdasarkan dasar pemikiran di
atas, alasan-alasan filosofis yang mendasari filsafat pendidikan kami adalah
berangkat dari penciptaan, Awalnya manusia diciptakan seturut dengan rupa dan
gambar Allah (Imago Dei). Selaku Imago Dei, manusia juga memiliki
atribut-atribut Allah seperti kasih, kebenaran, kekudusan dan masih banyak
atribut yang lainnya. Jadi, awalnya manusia benar-benar merepresentasikan siapa
Sang Pencipta.
Namun, terjadinya peristiwa
kejatuhan manusia ke dalam dosa telah mengakibatkan rupa dan gambar Allah yang
ada dalam diri manusia menjadi tercemar. Tidak hanya itu, standar dan
pengertian manusia pun tidak sama lagi dengan standar yang dimiliki oleh Allah.
Jadi sejak peristiwa kejatuhan itulah status manusia bukan lagi sebagai imago
dei melainkan ciptaan yang bernatur dosa.
Dengan keberadaannya yang berdosa,
manusia tidak akan pernah dapat menyelesaikan persoalan dosa, karena dia
hanyalah ciptaan dan bukan pencipta. Inisiasi dari Allah itulah jawaban yang
dapat menyelesaikan persoalan dosa ini. Bentuk inisiasi yang ditunjukkan Allah
kepada manusia adalah melalui inkarnasi Kristus. Inkarnasi atau penjelmaan
Kristus sebagai manusia memungkinkan terjadinya pemulihan hubungan antara Allah
dan manusia yang terlukiskan pada karya Kristus diatas kayu salib. Karya salib
Kristus merupakan penggenapan sekaligus pemenuhan akan kasih dan keadilan Allah
yang dapat berjalan beriringan.
Karya
salib Kristus bukan hanya memulihkan hubungan antara Allah dan manusia saja,
melainkan menjadikan manusia mengalami yang hidup baru. Selaku pihak yang
mengalami hidup baru, maka manusia memperoleh status dan keberadaan yang baru
yaitu ciptaan baru.
Melalui status dan keberadaan sebagai ciptaan baru telah memungkinkan manusia untuk menghidupi suatu perjalanan menuju ke arah kesempurnaan yang kekal. Itulah masa bagi manusia untuk menghidupi suatu hidup dalam pengudusan setiap hari dan yang berlangsung secara kontinu yang dikerjakan oleh Allah melalui Roh Kudus.
Melalui status dan keberadaan sebagai ciptaan baru telah memungkinkan manusia untuk menghidupi suatu perjalanan menuju ke arah kesempurnaan yang kekal. Itulah masa bagi manusia untuk menghidupi suatu hidup dalam pengudusan setiap hari dan yang berlangsung secara kontinu yang dikerjakan oleh Allah melalui Roh Kudus.
Dengan memerhatikan alasan-alasan
filosofis diatas, maka peranan dari pendidikan dibutuhkan. Tujuannya adalah
untuk menuntun manusia menjadi seperti rencana semula Allah yakni menjadi
seperti Kristus, sehingga dapat mengikuti standar-standar Allah yang semula.
Hal ini tentu saja dikarenakan
secara
natur, manusia sudah diciptakan didalam Kristus.
Selain dasar dan alasan-alasan filosofis, arah
pikiran Pendidikan Kristen adalah:
·
Christ Centered;
Tuhanlah yang merupakan pusat dari pembelajaran. Elemen apapun dalam pendidikan
haruslah berpusat kepada Tuhan. Pendidikan diberikan kepada siswa agar siswa
semakin mengenal siapa Allah dan karya-karya-Nya dalam dunia.
·
Student Oriented; siswa
adalah pusat dalam pengajaran. Dalam hal ini pendidikan diberikan kepada siswa
dengan tujuan agar siswa lebih mengenal siapa itu Tuhan mereka dan karya
ciptaan-Nya. Siswa mengetahui eksistensi mereka di dunia dan mnegetahui
kebanaran yang absolute dalam Tuhan Allah.
·
Teacher Directed; agar
seorang siswa mengalami pendidikan yang baik, mereka tidak hanya dapat
mengandalkan diri mereka sendiri. Untuk itu, dibutuhkan seorang guru yang
berperan sebagai pembimbing yang membantu siswa tetap di dalam kebenaran yang
sejati. Sehingga kebenaran yang mereka dapatkan dapat sesuai dengan Firman
Allah dan tidak melenceng.
·
Pendidikan Holistik;
dalam hal ini, pendidikan holistic yang dimaksudkan adalah pendidikan bukan
hanya sekedar ilmu saja. Akan tetapi, pendidikan mencakup segala aspek dalam
diri siswa, misalnya perkembangan karakter siswa dan mencakup keseharian siswa.
Siswa tidak boleh hanya berkembang dalam ilmu pengetahuan tetapi lemah dalam
karakter.
Perkembangan karakter dan ilmu pengetahuan dalam diri siswa
haruslah seimbang.
Penetapan aturan Tuhan atas semua aspek kehidupan seseorang dan dunia adalah inti dari penciptaan dan mandate budaya yang dicatat dalam kejadian 1:28, sedangkan mandat lain akan menyusul. Semua ini memberikan tugas kepada umat mansuia penyingkapan dan kemajuan kerajaan Allah di bumi sebagi wakil Tuhan atau pembawa gambar Tuhan.
Penetapan aturan Tuhan atas semua aspek kehidupan seseorang dan dunia adalah inti dari penciptaan dan mandate budaya yang dicatat dalam kejadian 1:28, sedangkan mandat lain akan menyusul. Semua ini memberikan tugas kepada umat mansuia penyingkapan dan kemajuan kerajaan Allah di bumi sebagi wakil Tuhan atau pembawa gambar Tuhan.
Adapun, aspek-aspek yang mendasari filsafat pendidikan Kristen ini adalah sebagai berikut:
1.Epistemogi
Yesus adalah terang
dan jalan kebenaran. Sesuai dengan iman yang kita miliki, satu hal yang paling
sesuai untuk epistemology adalah bahwa Yesus merupakan terang dan jalan kebenaran.
Kehidupan kekal hanya bisa kita dapatkan dari Dia. Dengan kata lain, tidak ada
jalan menuju kekekalan bila tidak melalui Dia. Bagaimna kita membuktikan hal
ini? Ada dua buah cara untuk menentukan epistemology, yaitu dengan menggunakan
panca indera dan kesakasian. Dan, untuk membuktikan hal ini sudah banyak
kesaksian yang diberikan mengenai hal ini secara turun temurun.
Tidak ada kebenaran
di luar kerangka metafisika Allah. Semua kebenaran yang ada di dunia ini tidak
ada yang di luar Alkitab, tetapi semuanya juga tertulis dalam Alkitab. Akan
tetapi, semua kebenaran tersebut tercakup dalam Alkitab. Alkitab hanya
memberikan kebenaran secara garis besar, tidak menjelaskan suatu hal secar
keseluruhan. Contohnya saja air, Allah yang menciptakan air tapi tidak
dijelaskan bahwa air mengandung H2O.
Without God we can’t, without us God will not. Satu
epistemology yang kami percayai adalah bahwa tanpa Allah kita tidak akan mampu,
dan tanpa kita, manusia Allah tidak akan. Tanpa Tuhan menyertai kehidupan kita
dan saat kita hanya menggunakan atau mengandalkan kekuatan kita sendiri, kita
tidak akan sanggup untuk melakukan apa-apa. Sedangkan, tanpa manusia kemuliaan
Tuhan tidak akan dinyatakan.
2. Aspek Aksiologi
Aspek
aksiologi merupakan aspek filsafat yang berkaitan dengan nilai tertinggi, dan
bermakna. Aspek ini terbagi dalam nilai etika dan estetika. Pada awalnya
manusia dicipta segambar dan serupa dengan Allah, dan dalam eksistensinya
manusia dicipta sebagai mahluk yang memuliakan Allah. Akan tetapi semua itu berubah
sejak kejatuhan manusia dalam dosa. Manusia tidak dapat menjalankan fungsi dan
tugasnya seperti sedia kala. Hubungan manusia dengan Tuhanpun terputus. Sebagai
makhluk yang religius, manusia terus mencari keberadaan Tuhan itu sendiri. Hal
ini dapat kita lihat dalam kehidupan dan kebudayaan manusia, khususnya di Asia
yang masih banyak melakukan pemujaan kepada berhala. Sayangnya, usaha manusia
ini tidak akan pernah berhasil dalam menemukan Tuhan. Pertemuan itu hanya akan
terjadi apabila Tuhan sendiri yang berinisiatif. Kedatangan Kristus ke dunialah
yang menjadi titik balik hubungan manusia dengan Allah. Melalui kematian
Kristus di kayu salib, Allah menunjukkan kasih dan keadilan yang sesungguhnya.
Hubungan manusia didamaikan dengan Allah, dan dilayakkan kembali untuk datang
kepada Allah, bahkan disebut anak-anak Allah. Ia menegaskan bahwa Dialah Allah
yang penuh kasih dan adil sehingga Dia harus mendisplinkan umat-Nya.
Berdasarkan hal ini, adapun maksud pendidikan dilihat dari segi moral ialah
membawa siswa untuk menyadari keberadaan dan keterbatasan dirinya yang berdosa
di hadapan Tuhan. Pendidikan mengarahkan siswa pada kesadaran akan keberdosaan
dirinya dan hanya melalui Kristulah mereka bisa kembali berdamai dengan Allah.
Di samping itu, melalui salib Kristus siswa diajak untuk melihat nilai moral
yang paling tinggi, yaitu Kristus sendiri. Dalam salib Kristus nilai-nilai
moral yang sesungguhnya terpresentasikan. Bahkan melalui salib Kristus, manusia
diperdamaikan dengan Allah dan status manusia pun menjadi baru. Manusia menjadi
anak-anak Allah yang menjadi terang dan membawa energi dari terang itu sendiri
yaitu cahaya, dimana cahaya itu yaitu siapakah sebenarnya kita ini? Kita adalah
anak-anak Allah yang telah, sehingga kita harus menjadi surat yang terbuka yang
dapat dibaca setiap orang .
Nilai
estetika sendiri menekankan pada keindahan. Pada saat Allah menciptakan dunia
ini, Allah selalu mengatakan bahwa segala sesuatunya baik. Nilai estetika
disini bukan menekankan pada keindahan alam namun keindahan manusia itu
sendiri, karena dicipta segambar dan serupa dengan Kristus. Setiap manusia
memiliki keindahan tersendiri, antara yang satu dengan yang lain pasti memiliki
perbedaan, baik wajah maupun karakter. Dengan begitu banyaknya populasi
manusiadi dunia ini, kita tentu bisa membayangkan betapa menakjubkan ciptaan
Allah yang benama manusia ini. Akan tetapi, karena keberdosaan kita keindahan
yang terpancar bukan lagi dari dalam jiwa kita. Kejatuhan manusia membuat
manusia tidak lagi mencerminkakan dan mempresentasikan Allah yang semula.
Seperti halnya dengan pelita, pelita tidak akan menunjukkan cahayanya apabila
tidak memiliki sumber cahaya itu sendiri. Dan dia hanya akan menjadi pelita
yang pasif dan tak lagi disebut pelita apabila tidak menjalankan fungsinya.
Pendidikan merupakan pelita yang harus terus
menyala untuk menerangi dan menuntun manusia-manusia berharga yang Allah
ciptakan kembali kepada-Nya. Namun, sebagai pelaku pendidikan kita harus terus
diperbaharui oleh Roh Kudus, yaitu dengan membaca firman-nya dan terus
membangun hubungan pribadi dengan Tuhan.
3. Aspek Ontologis
Aspek
Ontologis merupakan aspek yang mempelajari tentang sifat dasar eksistensi
(keberadaan). Apabila kita lihat dari aspek ontologisnya, eksistensi atau
keberadaan pelita tanpa cahaya tidaklah berarti. Hal ini dikarenakan, pada
esensinya pelita merupakan alat penerang, sehingga apabila pelita tanpa cahaya,
maka ia tidak lagi menghidupi esensitasnya. Ia mati dan tak berguna tanpa
cahaya. Begitu pula dengan pendidikan yang tanpa Firman Allah sebagai sumber
cahayanya adalah sia-sia. Pendidikan akan percuma apabila di dalam pendidikan
itu sendiri, ia tidak mengajarkan ajaran Tuhan yang adalah cahayanya, seperti
yang tertulis dalam Mazmur 119:105, Firmanmu terang bagi jalanku..... Melalui
hal ini, terlihat bahwa yang menjadi fokus dari pelita atau pendidikan itu
ialah cahaya itu sendiri, yaitu Firman Allah. Adanya cahaya yang terpancar dari
pelita menyala menghidupkan fungsi pelita.
Akan tetapi, kita juga tidak boleh lupa bahwa pada realitasnya, cahaya dari pelita yang menyala itu akan berguna apabila ia ditempatkan di tempat gelap. Adapun kegelapan yang dimaksud ialah mengenai keberadaan manusia. Keberadaan manusia yang walaupun secara religius dalam esensinya mempunyai kapasitas untuk menyembah dan secara relasional dalam posisinya berhubungan dengan Tuhan, orang lain, dan ciptaan, tidaklah lagi mencerminkan Tuhan dalam arah atau mewakili Dia dalam tugas serta fungsinya. Melalui hal ini, kita dapat melihat bahwa ciptaan Allah yang semenjak semula adalah sungguh amat baik (Kejadian 1:31a) karena menggambarkan Dia dalam struktur, sebagai makhluk religius dan relasional, dan secara moral, sebagai cerminan dan wakil-Nya telah rusak oleh dosa. Posisi manusia yang tadinya menghadap Tuhan sebagai bentuk perwujudan ketaatan dan responnya pada Allah, sekarang tidak ada lagi. Manusia menjauh dari Tuhan dan berbeda arah sehingga ia tidak dapat mencerminkan Dia. Selanjutnya, sebagai gambaran Allah dalam tugasnya, manusia pun telah gagal. Dosa membuat manusia tidak bisa mewakili Allah dalam tugas kerajaan, yaitu mengasihi Tuhan secara responsif, mengasihi orang lain secara bertanggung jawab, dan berkuasa atas ciptaan sebagai pengurus yang bertanggung jawab. Tidak hanya itu, dosa juga telah membuat manusia tidak bisa mewakili Allah dalam fungsinya yang melalui jabatan nabi (mengatakan kebenaran Tuhan), imam (melayani Tuhan), dan raja (memerintah dalam nama Tuhan).
Akan tetapi, kita juga tidak boleh lupa bahwa pada realitasnya, cahaya dari pelita yang menyala itu akan berguna apabila ia ditempatkan di tempat gelap. Adapun kegelapan yang dimaksud ialah mengenai keberadaan manusia. Keberadaan manusia yang walaupun secara religius dalam esensinya mempunyai kapasitas untuk menyembah dan secara relasional dalam posisinya berhubungan dengan Tuhan, orang lain, dan ciptaan, tidaklah lagi mencerminkan Tuhan dalam arah atau mewakili Dia dalam tugas serta fungsinya. Melalui hal ini, kita dapat melihat bahwa ciptaan Allah yang semenjak semula adalah sungguh amat baik (Kejadian 1:31a) karena menggambarkan Dia dalam struktur, sebagai makhluk religius dan relasional, dan secara moral, sebagai cerminan dan wakil-Nya telah rusak oleh dosa. Posisi manusia yang tadinya menghadap Tuhan sebagai bentuk perwujudan ketaatan dan responnya pada Allah, sekarang tidak ada lagi. Manusia menjauh dari Tuhan dan berbeda arah sehingga ia tidak dapat mencerminkan Dia. Selanjutnya, sebagai gambaran Allah dalam tugasnya, manusia pun telah gagal. Dosa membuat manusia tidak bisa mewakili Allah dalam tugas kerajaan, yaitu mengasihi Tuhan secara responsif, mengasihi orang lain secara bertanggung jawab, dan berkuasa atas ciptaan sebagai pengurus yang bertanggung jawab. Tidak hanya itu, dosa juga telah membuat manusia tidak bisa mewakili Allah dalam fungsinya yang melalui jabatan nabi (mengatakan kebenaran Tuhan), imam (melayani Tuhan), dan raja (memerintah dalam nama Tuhan).
Di
sinilah peran serta tujuan dari pendidikan sebagai pelita yang menyala itu.
Allah yang adalah Kasih dan Adil tidak membiarkan manusia terus terpuruk dalam
keadaannya. Allah menganugerahkan Yesus untuk menjadi tebusan atas dosa-dosa
manusia sehingga manusia bebas dan hidup dalam ciptaan baru dan terus bertumbuh
untuk serupa dengan Yesus. Melalui pendidikan Kristen, Allah membukakan satu
per satu rahasia-Nya. Pendidikan Kristen Allah gunakan untuk menunjukkan
kemuliaan-Nya melalui setiap komponen yang ada dalam pendidikan itu sendiri
dengan menuntun dan membawa siswa pada jalan kebenaran menuju rencana Allah
yang semula. Hal ini dikarenakan pendidikan Kristen itu sendiri bersumber pada
kebenaran firman Tuhan. Oleh karena itu, adalah menjadi hal yang penting bahwa
pelaku-pelaku pendidikan Kristen haruslah manusia-manusia yang telah diubahkan
dan telah menjadi pengikut Kristus. Pelaku pendidikan harus mampu menjadi
Kristus kecil sehingga terang cahaya dari pelita itu semakin terang dan
menyebar. Dan sebagai pelita, pelaku pendidikan pun harus terus diperbaharui
oleh Roh Kudus dengan selalu membaca firman-Nya dan selalu berdoa menjalin
hubungan pribadi dengan-Nya. Dengan demikian, pelita itu terus menyala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar