Provinsi
Banten merupakan salah satu Provinsi
termuda di Indonesia dengan pusat pemerintaah di Kota Serang, Provinsi banten
berdiri pada tahun 2000 dengan keputusan undang undang Nomor 23 Tahun 2000.
Provinsi yang dijuluki sebagai Serambi Madinah ini memiliki berbagai kesenian
dan budaya seperti diri Pencak silat, Debus, Rudad, Umbruk, Tari Saman, Tari
Topeng, Tari Cokek, Dog-dog, Palingtung, dan Lojor.
Budaya
Banten Seni Kebudayaan Tradisional Daerah Propinsi Banten – Mengenal khasanah kebudayaan Banten salah satu provinsi
yang ada di Pulau Jawa, Indonesia. Provinsi Banten dulunya adalah bagian dari
daerah Provinsi Jawa Barat.
Hampir
sebagian besar masyarakat penduduk Banten memeluk agama Islam dengan semangat
religius yang tinggi. Salah satu ciri khas dari budaya masyarakat yang ada
Banten adalah seni bela diri Pencak silat, serta Debus yang sudah sangat
terkenal sebagai salah satu sni tradisional milik Banten. Banten juga memiliki
seni Rudad, Umbruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari Cokek, Dog-dog, Palingtung,
dan Lojor.
Adalah
suku Baduy yang merupakan suku asli penduduk Banten. Suku Baduy ini masih
terjaga keasliannya dan masih menjaga tradisi anti modernisasi. Mereka masih
menggunakan cara tradisional dalam kehidupannya baik cara berpakaian maupun
pola hidup lainnya. Suku Baduy terdapat di daerah kawasan Cagar Budaya
Pegunungan Kendeng seluas 5.101,85 hektare di daerah Kanekes, Kecamatan
Leuwidamar, Kabupaten Lebak.
Dalam
hal bahasa masyarakat asli Banten berbicara dengan menggunakan dialek yang
merupakan turunan dari bahasa Sunda Kuno. Adapaun pembagian dialek tersebut
dikelompokkan sebagai bahasa kasar dalam bahasa Sunda modern. Dan ini masih
dibagi menjadi beberapa tingkatan dari tingkat halus sampai tingkat kasar
(informal).
Banten
memiliki Rumah adat yaitu rumah panggung yang atapnya di buat dari daun dan
lantainya dibuat dari pelupuh yaitu semacam tumbuhan bambu yang dibelah-belah.
Sedangkan untuk dindingnya terbuat dari bilik (gedek). Sebagai bahan penyangga
rumah panggung adalah terbuat dari batu yang sudah dibuat sedemikian rupa
sampai menjadi berbentuk balok yang ujungnya makin mengecil seperti batu yang
digunakan untuk alas menumbuk beras. Rumah adat Banten ini masih dapat di
jumapai di daerah yang dihuni oleh orang Kanekes atau disebut juga orang Baduy.
Budaya
Banten, Seni Tradisional Banten, Kebudayaan daerah Banten, Seni kebudayaan
propinsi Banten, Banten Indonesia.
Atraksi
kekebalan badan ini merupakan variasi lain yang ada
dipertunjukan debus. Antara lain, menusuk perut dengan benda tajam atau tombak,
mengiris tubuh dengan golok sampai terluka maupun tanpa luka, makan bara api,
memasukkan jarum yang panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus dan tidak
terluka. Mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tetapi
dapat disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras
sampai pakaian yang melekat dibadan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca,
membakar tubuh. Dan masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.
Dalam
melakukan atraksi ini setiap pemain mempunyai syarat syarat yang berat, sebelum
pentas mereka melakukan ritual ritual yang diberikan oleh guru mereka. Biasanya
dilakukan 1-2 minggu sebelum ritual dilakukan.
Selain
itu mereka juga dituntut mempunyai iman yang kuat dan harus yakin dengan ajaran
islam. Pantangan bagi pemain debus adalah tidak boleh minum minuman keras,
main judi, bermain wanita, atau mencuri. Dan pemain juga harus yakin dan tidak
ragu ragu dalam melaksanakan tindakan tersebut, pelanggaran yang dilakukan oleh
seorang pemain bisa sangat membahayakan jiwa pemain tersebut.
Debus
mempunyai hubungan dengan tarekat didalam ajaran islam. Yang intinya sangat
kental dengan filosofi keagamaan, mereka dalam kondisi yang sangat
gembira karena bertatap muka dengan tuhannya. Mereka menghantamkan benda tajam
ketubuh mereka, tiada daya upaya melainkan karena Allah semata. Kalau Allah
tidak mengijinkan golok, parang maupun peluru melukai mereka. Dan mereka tidak
akan terluka.
Pada
saat ini banyak pendekar debus bermukim di Desa Walantaka, Kecamatan Walantaka,
Kabupaten Serang. Yang sangat disayangkan keberadaan debus makin lama kian
berkurang, dikarenakan para pemuda lebih suka mencari mata pencaharian yang
lain. Dan karena memang atraksi ini juga cukup berbahaya untuk dilakukan,
karena tidak jarang banyak pemain debus yang celaka karena kurang latihan
maupun ada yang “jahil” dengan pertunjukan yang mereka lakukan.
Sehingga
semakin lama warisan budaya ini semakin punah. Dahulu kita bisa menyaksikan
atraksi debus ini dibanyak wilayah banten, tapi sekarang atraksi debus hanya
ada pada saat event – event tertentu. Jadi tidak setiap hari kita dapat melihat
atraksi ini. Warisan budaya, yang makin lama makin tergerus oleh perubahan
jaman.
Kebudayaan Provinsi Banten
Banten
pada masa lalu merupakan sebuah daerah dengan kota pelabuhan yang sangat ramai,
serta dengan masyarakat yang terbuka dan makmur. Banten pada abad ke 5
merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara.
Salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara adalah Prasasti Cidanghiyangatau prasasti
Lebak, yang ditemukan di kampung lebak di tepi Ci Danghiyang, Kecamatan Munjul, Pandeglang, Banten. Prasasti
ini baru ditemukan tahun 1947 dan berisi 2 baris kalimat berbentuk puisi dengan huruf Pallawa dan bahasa
Sanskerta. Isi prasasti tersebut mengagungkan keberanian rajaPurnawarman.
Setelah runtuhnya kerajaan Tarumanagara (menurut beberapa sejarawan ini akibat
serangan kerajaan Sriwijaya),
kekuasaan di bagian baratPulau Jawa dari Ujung Kulon sampai Ci Serayu dan Kali
Brebes dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda. Seperti dinyatakan
oleh Tome Pires, penjelajah Portugispada tahun 1513, Banten menjadi salah satu
pelabuhan penting dari Kerajaan
Sunda. Menurut sumber Portugis tersebut, Banten adalah salah satu pelabuhan
kerajaan itu selain pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Kalapa, dan Cimanuk.
Diawali
dengan penguasaan Kota Pelabuhan Banten, yang dilanjutkan dengan merebut Banten Girang dari Pucuk
Umun pada tahun 1527, Maulana Hasanuddin, mendirikan Kesultanan Banten di wilayah bekas Banten Girang. Dan
pada tahun 1579, Maulana Yusuf, penerus Maulana Hasanuddin, menghancurkan Pakuan Pajajaran, ibukota atau pakuan
(berasal dar kata pakuwuan) Kerajaan Sunda. Dengan demikian pemerintahan di
Jawa Barat dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. Hal itu ditandai dengan
diboyongnya Palangka Sriman Sriwacana, tempat duduk kala seorang raja
dinobatkan, dari Pakuan Pajajaran ke Surasowan di Banten oleh pasukan Maulana
Yusuf. Batu berukuran 200 x 160 x 20 cm itu terpaksa diboyong ke Banten karena
tradisi politik waktu itu "mengharuskan" demikian. Pertama, dengan
dirampasnya Palangka tersebut, di Pakuan tidak mungkin lagi dinobatkan raja
baru. Kedua, dengan memiliki Palangka itu, Maulana Yusuf merupakan penerus
kekuasaan Kerajaan Sunda yang "sah" karena buyut perempuannya adalah
puteri Sri Baduga Maharaja.
Ketika
sudah menjadi pusat Kesultanan Banten, sebagaimana dilaporkan oleh J. de
Barros, Banten merupakan pelabuhan besar di Asia
Tenggara, sejajar dengan Malaka dan Makassar.
Kota Banten terletak di pertengahan pesisir sebuah teluk, yang lebarnya sampai
tiga mil. Kota itu panjangnya 850 depa. Di tepi laut kota itu panjangnya 400 depa; masuk ke dalam ia lebih panjang.
Melalui tengah-tengah kota ada sebuah sungai yang jernih, di mana kapal jenis
jung dan gale dapat berlayar masuk. Sepanjang pinggiran kota ada sebuah anak
sungai, di sungai yang tidak seberapa lebar itu hanya perahu-perahu kecil saja
yang dapat berlayar masuk. Pada sebuah pinggiran kota itu ada sebuah benteng
yang dindingnya terbuat dari bata dan lebarnya tujuh telapak tangan.
Bangunan-bangunan pertahanannya terbuat dari kayu, terdiri dari dua tingkat,
dan dipersenjatai dengan senjata yang baik. Di tengah kota terdapat alun-alun
yang digunakan untuk kepentingan kegiatan ketentaraan dan kesenian rakyat dan
sebagai pasar di pagi hari. Istana raja terletak di bagian selatan alun-alun.
Di sampingnya terdapat bangunan datar yang ditinggikan dan beratap, disebut
Srimanganti, yang digunakan sebagai tempat raja bertatap muka dengan rakyatnya.
Di sebelah barat alun-alun didirikan sebuah mesjid agung.
Pada
awal abad ke-17 Masehi, Banten merupakan salah satu pusat perniagaan penting
dalam jalur perniagaan internasional di Asia. Tata administrasi modern
pemerintahan dan kepelabuhan sangat menunjang bagi tumbuhnya perekonmian
masyarakat. Daerah kekuasaannya mencakup juga wilayah yang sekarang menjadi
provinsi Lampung. Ketika orang Belanda tiba di Banten untuk pertama kalinya,
orang Portugis telah lama masuk ke Banten. Kemudian orang Inggris mendirikan
loji di Banten dan disusul oleh orang Belanda.
Selain
itu, orang-orang Perancis dan Denmark pun pernah datang di Banten. Dalam
persaingan antara pedagang Eropa ini, Belanda muncul sebagai pemenang. Orang
Portugis melarikan diri dari Banten (1601), setelah armada mereka dihancurkan
oleh armada Belanda di perairan Banten. Orang Inggris pun tersingkirkan dari
Batavia (1619) dan Banten (1684) akibat tindakan orang Belanda.
Pada 1 Januari 1926 pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan
peraturan untuk pembaharuan sistem desentralisasi dan dekonsentrasi yang lebih
luas. Di Pulau Jawa dibentuk pemerintahan otonom provinsi. Provincie West Java adalah provinsi pertama yang dibentuk di
wilayah Hindia Belanda yang diresmikan dengan surat keputusan tanggal 1 Januari
1926, dan diundangkan dalam Staatsblad (Lembaran Negara) 1926 No. 326, 1928 No.
27 jo No. 28, 1928 No. 438, dan 1932 No. 507. Banten menjadi salah satu
keresidenan dalam Provincie West Java disamping Batavia, Buitenzorg (Bogor),
Priangan, dan Cirebon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar