Diyana sepfina

Senin, 26 Desember 2016

PENGARUH ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN TERHADAP KETAHANAN PANGAN DI JAWA BARAT

Penomena Lahan Pertanian Jabar
Hasil analisis menunjukkan perubahan alih fungsi lahan sawah ke lahan non sawah pada periode tahun 1995-2006 sebesar -225.292 hektar atau sebesar -1.82 persen. Dengan demikian setiap tahun Jawa Barat mengalami mutasi lahan sebesar -18.774 hektar. Sementara produksi padi tahun 1995-2006 mengalami penurunan akibat alih fungsi lahan pertanian sebesar -1,304,853 ton atau sebesar -1.09 persen. Dengan demikian setiap tahun Jawa Barat mengalami pengurangan produksi padi sebesar -108.738 ton.
Lintas Jabar,TarungNews - Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang selama ini masih diandalkan oleh Negara Indonesia karena sektor pertanian mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis yang terjadi di Indonesia. Keadaan inilah yang menampakkan bahwa sektor pertanian sebagai salah satu sektor yang andal dan mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai pemicu pemulihan ekonomi nasional melalui salah satunnya adalah ketahanan pangan nasional. Dengan demikian diharapkan kebijakan untuk sektor pertanian lebih diutamakan. Namun setiap tahun untuk luas lahan pertanaian selalu mengalami alih fungsi lahan dari lahan sawah ke lahan non sawah.
Alih fungsi lahan sudah sejak lama menjadi masalah, khususnya di Jawa Barat. Sebagai provinsi yang berbatasan langsung dengan Ibu Kota Negara, memang tidak mengherankan bila areal sawah yang berubah fungsi di Jawa Barat terus meningkat setiap tahun. Alih fungsi lahan pertanian produktif di Jawa Barat, terutama lahan sawah, menjadi lahan non pertanian telah berlangsung dan sulit dihindari sebagai akibat pesatnya laju pembangunan antara lain digunakan untuk pemukiman, industri, sarana infrastruktur  pembangunan bandara internasional dan lainnya. Penurunan produksi padi di Jawa Barat yang menyediakan 17,84 % produksi beras nasional terjadi akibat penciutan lahan sawah karena alih fungsi lahan dan pelandaian tingkat produktivitas di daerah-daerah itensifikasi.
Usaha yang dilakukan pemerintah untuk mempertahankan swasembada pangan adalah peningkatan mutu program itensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi lahan pertanian.. Hal ini penting dilakukan guna mengantisipasi kebutuhan pangan khususnya beras yang terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan penciutan lahan sawah khususnya di Jawa Barat.
Hasil analisis menunjukkan perubahan alih fungsi lahan sawah ke lahan non sawah pada periode tahun 1995-2006 sebesar -225.292 hektar atau sebesar -1.82 persen. Dengan demikian setiap tahun Jawa Barat mengalami mutasi lahan sebesar -18.774 hektar. Sementara produksi padi tahun 1995-2006 mengalami penurunan akibat alih fungsi lahan pertanian sebesar -1,304,853 ton atau sebesar -1.09 persen. Dengan demikian setiap tahun Jawa Barat mengalami pengurangan produksi padi sebesar -108.738 ton.
Secara keseluruhan pada periode tahun 1995-2006 rata-rata setiap tahun mengalami produksi padi 9.936.649 ton dan produktivitas pertanian sebesar 5.03 ton setiap tahun meskipun dipengaruhi oleh konversi lahan pertanian sebesar 18.774 hektar setiap tahun. Apabila pada tahun 1995-2006 tidak mengalami konversi lahan pertanian tentu akan mempengaruhi peningkatan produksi padi di Jawa Barat sebesar 94.435 ton setiap tahun dengan demikian tentu dengan adanya konversi lahan pertanian berpengaruh terhadap produksi padi di Jawa Barat. Apabila kondisi alih fungsi lahan pertanian tidak segera dilakukan tindakan pencegahan dan produksi padi tidak dapat dipertahankan serta ditingkatkan melalui intensifikasi pertanian, sementara jumlah penduduk terus meningkat maka diprediksi Jawa Barat akan mengalami krisis pangan khususnya kebutuhan beras pada tahun 2021.
Permasalahan yang ditimbulkan oleh akibat pergeseran atau mutasi lahan sawah ke non sawah perlu dilihat bukan saja berdasarkan dampaknya kepada produksi padi saja, tetapi perlu dilihat dalam perspektif yang lebih luas. Dampak yang lebih luas tersebut termasuk pengaruhnya terhadap kesetabilan politik yang diakibatkan oleh kerawanan pangan, perubahan sosial yang merugikan, menurunya kualitas lingkungan hidup terutama yang menyangkut sumbangan fungsi lahan sawah kepada konservasi tanah dan air untuk menjamin kehidupan masyarakat dimasa depan. Dampak dari kehilangan lahan pertanian produktif adalah kehilangan hasil pertanian secara permanen, sehingga apabila kondisi ini tidak terkendali maka dipastikan kelangsungan dan peningkatan produksi akan terus berkurang dan pada akhirnya akan mengancam kepada tidak stabilnya ketahanan pangan di Jawa Barat.
Untuk mengurangai alih fungsi lahan yang lebih luas pemerintah Jawa Barat Perlu melakukan strategi dan kebijakan mengenai pengendalian konversi lahan sawah karena permasalahannya sangat kompleks maka strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian memerlukan pendekatan holistik (memuat instrumen yuridis, instrumen insentif bagi pemilik lahan pertanian, dan instrumen rencana tata ruang wilayah dan perizinan lokasi secara terpadu). Serta dalam rangka menjaga ketahanan pangan Jawa Barat khususnya untuk meningkatkan produksi padi selain melakukan pengendalian alih fungsi lahan juga perlu dilakukan intensifikasi pertanian melalui penerapan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi dan berwawasan lingkungan agar dapat meningkatkan budaya sains dan teknologi pertanian di Jawa Barat.

Stop Izin Alih Fungsi Lahan
Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar dan Menteri Pertanian Suswono, meminta agar para kepala daerah mempertahankan areal pertanian yang sudah ada. Mereka dituntut, untuk tidak mengeluarkan izin alih fungsi lahan pertanian.
“Berdasarkan informasi, penyusutan lahan pertanian di Indonesia mencapai 50 hingga 100  hektare per tahun. Hal tersebut, tentunya sangat berpengaruh  terhadap produksi pangan,” ujar Mustafa Abubakar, pada acara Pencanangan Program Gerakan Peningkatan Produktivitas Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) di Desa Mandalawangi, Kec. Sukasari, Subang, Jawa Barat.
Hadir pada acara tersebut, Menteri Pertanian Suswono, para Direktur Utama BUMN, Kepala Dinas Pertanian Jawa Barat Endang Suhendar, Sekretaris Daerah Kab. Subang Rahmat Solihin.
Menurut Mustafa, pengadaan pangan domestik bakal semakin berat, jika tidak diimbangi dengan program intensifikasi dan  desertifikasi pertanian. Pasalnya,  jumlah penduduk terus bertambah, sementara lahan pertaniannya tetap bahkan cenderung berkurang.
Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya mengeluarkan terobosan-terbosan agar kebutuhan pangan bisa terpenuhi dari dalam negara sendiri.

Program sinergitas
Mustafa mengatakan, guna mendongkrak produktivitas pangan, pihaknya mencanangkan GP3K, yakni satu gerakan penanaman padi dengan melibatkan sejumlah BUMN seperti Perum Perhutani, PT Sang Hyang Seri, PT Pusri, PT. Pertani, Perum Jasa Tirta, dan Perum Bulog.
Pada sinergi tersebut, ujar Abubakar, petani menyediakan lahan dan menggarap, sementara BUMN melakukan bimbingan, modal, menyiapkan benih unggul, pupuk, pestisida, dan menyerap hasil panen.
Dikatakan, masing-masing BUMN dibebani tangung jawab. Misalnya, PT Sang Hyang Sri menyiapkan bibit unggul padi hibrida maupun non hibrida, bibit jagung, dan kedelai non hibrida. Sementara PT Pertani mengelola pergudangan. PT Pusri memproduksi dan mendistribusikan pupuk bekerja sama dengan anak perusahaan. Perum Jasa Tirta I hektare merupakan lahan sawah dansisanya adalah lahan kering miliki Perum Perhutani,” kata Abubakar.
Dari lahan seluas itu, ditargetkan dapat memanen 3,67 juta ton gabah kering giling atau setara 2 juta ton beras. “Hasil panennya bisa langsung diserap oleh Perum Bulog,” katanya.
Menteri Pertanian Suswono mengatakan, pada tahun ini pihaknya mematok poduksi beras 70,6 juta ton gabah kering giling (GKG). Dari taget sebanyak itu, dan Ia memastikan ketersediaan air baku untuk mendukung irigasi pertanian di Jawa.
Perum Perhutani dan Inhutani, PTPN, menyiapkan lahan baru untuk budi daya pangan secara tumpang sari bekerja sama dengan masyarakat. Adapun, Bulog menjamin petani memperoleh pasar dengan harga yang wajar.

Menurut dia, program itu akan dilakukan pada lahan seluas 569.264 bektare yang tersebar di seluruh Indonesia. “500.000 5,3% atau 3,725 ton di antaranya akan digarap pihak BUMN melaui program GP3K Direktur Utama PT Pupuk Kujang Cikampek, Achmad Tossin Sutawikara mengatakan, guna melaksanakan program GP3K  tersebut, PT PKC diberi tanggung jawab mengelola 9.800 hektare sawah di Jawa Barat.
Menurut dia, luas lahan tersebut tidak akan tumpang tindih dengan lahan program pertanian, yang telah dilakukan oleh BUMN lainnya.

Ketahanan Pangan Kabupaten Garut Terancam  
Ketahanan Pangan di Kabupaten Garut, Jawa Barat terancam, menyusul menyusutnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan. “Alih fungsi lahan sudah sangat mengkhawatirkan,” ujar Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Garut, Tatang Hidayat,
Menurut dia, alih fungsi lahan persawahan mencapai 162 hektar. Areal pertanian itu digunakan untuk kegiatan pembangunan seperti perumahan dan pemukiman.

Kerugian produksi akibat alih fungsi ini mencapai 1.000 ton gabah kering giling setiap tahunnya. Kondisi itu, jelas mengancam ketahanan pangan kabupaten Garut. “Terus terang kami khawatir pengembang yang terus memanfaatkan lahan sawah,” ujar Tatang. Padahal idealnya pengembang membangun perumahan di lahan kering. Karena itu, untuk mencegah semakin meluasnya alih fungsi lahan pertanian, pihaknya, berencana melakukan pemetaan lahan sawah bersama Institut, Pertanian Bogor, bulan depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar