Penomena Lahan Pertanian Jabar
Hasil analisis menunjukkan perubahan alih fungsi lahan
sawah ke lahan non sawah pada periode tahun 1995-2006 sebesar -225.292 hektar
atau sebesar -1.82 persen. Dengan demikian setiap tahun Jawa Barat mengalami
mutasi lahan sebesar -18.774 hektar. Sementara produksi padi tahun 1995-2006
mengalami penurunan akibat alih fungsi lahan pertanian sebesar -1,304,853 ton
atau sebesar -1.09 persen. Dengan demikian setiap tahun Jawa Barat mengalami
pengurangan produksi padi sebesar -108.738 ton.
Lintas Jabar,TarungNews - Sektor pertanian merupakan salah
satu sektor yang selama ini masih diandalkan oleh Negara Indonesia karena
sektor pertanian mampu memberikan pemulihan dalam mengatasi krisis yang terjadi
di Indonesia. Keadaan inilah yang menampakkan bahwa sektor pertanian sebagai
salah satu sektor yang andal dan mempunyai potensi besar untuk berperan sebagai
pemicu pemulihan ekonomi nasional melalui salah satunnya adalah ketahanan
pangan nasional. Dengan demikian diharapkan kebijakan untuk sektor pertanian
lebih diutamakan. Namun setiap tahun untuk luas lahan pertanaian selalu
mengalami alih fungsi lahan dari lahan sawah ke lahan non sawah.
Alih fungsi lahan sudah sejak lama menjadi masalah,
khususnya di Jawa Barat. Sebagai provinsi yang berbatasan langsung dengan Ibu
Kota Negara, memang tidak mengherankan bila areal sawah yang berubah fungsi di
Jawa Barat terus meningkat setiap tahun. Alih fungsi lahan pertanian produktif
di Jawa Barat, terutama lahan sawah, menjadi lahan non pertanian telah
berlangsung dan sulit dihindari sebagai akibat pesatnya laju pembangunan antara
lain digunakan untuk pemukiman, industri, sarana infrastruktur
pembangunan bandara internasional dan lainnya. Penurunan produksi padi di
Jawa Barat yang menyediakan 17,84 % produksi beras nasional terjadi akibat
penciutan lahan sawah karena alih fungsi lahan dan pelandaian tingkat
produktivitas di daerah-daerah itensifikasi.
Usaha yang dilakukan pemerintah untuk mempertahankan
swasembada pangan adalah peningkatan mutu program itensifikasi, ekstensifikasi,
diversifikasi dan rehabilitasi lahan pertanian.. Hal ini penting dilakukan guna
mengantisipasi kebutuhan pangan khususnya beras yang terus meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk dan penciutan lahan sawah khususnya di Jawa
Barat.
Hasil analisis menunjukkan perubahan alih fungsi lahan
sawah ke lahan non sawah pada periode tahun 1995-2006 sebesar -225.292 hektar
atau sebesar -1.82 persen. Dengan demikian setiap tahun Jawa Barat mengalami
mutasi lahan sebesar -18.774 hektar. Sementara produksi padi tahun 1995-2006
mengalami penurunan akibat alih fungsi lahan pertanian sebesar -1,304,853 ton
atau sebesar -1.09 persen. Dengan demikian setiap tahun Jawa Barat mengalami
pengurangan produksi padi sebesar -108.738 ton.
Secara keseluruhan pada periode tahun 1995-2006
rata-rata setiap tahun mengalami produksi padi 9.936.649 ton dan produktivitas
pertanian sebesar 5.03 ton setiap tahun meskipun dipengaruhi oleh konversi
lahan pertanian sebesar 18.774 hektar setiap tahun. Apabila pada tahun
1995-2006 tidak mengalami konversi lahan pertanian tentu akan mempengaruhi
peningkatan produksi padi di Jawa Barat sebesar 94.435 ton setiap tahun dengan
demikian tentu dengan adanya konversi lahan pertanian berpengaruh terhadap
produksi padi di Jawa Barat. Apabila kondisi alih fungsi lahan pertanian tidak
segera dilakukan tindakan pencegahan dan produksi padi tidak dapat
dipertahankan serta ditingkatkan melalui intensifikasi pertanian, sementara
jumlah penduduk terus meningkat maka diprediksi Jawa Barat akan mengalami
krisis pangan khususnya kebutuhan beras pada tahun 2021.
Permasalahan yang ditimbulkan oleh akibat pergeseran
atau mutasi lahan sawah ke non sawah perlu dilihat bukan saja berdasarkan
dampaknya kepada produksi padi saja, tetapi perlu dilihat dalam perspektif yang
lebih luas. Dampak yang lebih luas tersebut termasuk pengaruhnya terhadap
kesetabilan politik yang diakibatkan oleh kerawanan pangan, perubahan sosial
yang merugikan, menurunya kualitas lingkungan hidup terutama yang menyangkut
sumbangan fungsi lahan sawah kepada konservasi tanah dan air untuk menjamin
kehidupan masyarakat dimasa depan. Dampak dari kehilangan lahan pertanian
produktif adalah kehilangan hasil pertanian secara permanen, sehingga apabila
kondisi ini tidak terkendali maka dipastikan kelangsungan dan peningkatan
produksi akan terus berkurang dan pada akhirnya akan mengancam kepada tidak
stabilnya ketahanan pangan di Jawa Barat.
Untuk mengurangai alih fungsi lahan yang lebih luas
pemerintah Jawa Barat Perlu melakukan strategi dan kebijakan mengenai
pengendalian konversi lahan sawah karena permasalahannya sangat kompleks maka
strategi pengendalian alih fungsi lahan pertanian memerlukan pendekatan
holistik (memuat instrumen yuridis, instrumen insentif bagi pemilik lahan
pertanian, dan instrumen rencana tata ruang wilayah dan perizinan lokasi secara
terpadu). Serta dalam rangka menjaga ketahanan pangan Jawa Barat khususnya
untuk meningkatkan produksi padi selain melakukan pengendalian alih fungsi
lahan juga perlu dilakukan intensifikasi pertanian melalui penerapan teknologi
pertanian tepat guna spesifik lokasi dan berwawasan lingkungan agar dapat
meningkatkan budaya sains dan teknologi pertanian di Jawa Barat.
Stop Izin Alih Fungsi Lahan
Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar dan Menteri
Pertanian Suswono, meminta agar para kepala daerah mempertahankan areal
pertanian yang sudah ada. Mereka dituntut, untuk tidak mengeluarkan izin alih
fungsi lahan pertanian.
“Berdasarkan informasi, penyusutan lahan pertanian di
Indonesia mencapai 50 hingga 100 hektare per tahun. Hal tersebut,
tentunya sangat berpengaruh terhadap produksi pangan,” ujar Mustafa
Abubakar, pada acara Pencanangan Program Gerakan Peningkatan Produktivitas
Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) di Desa Mandalawangi, Kec. Sukasari, Subang,
Jawa Barat.
Hadir pada acara tersebut, Menteri Pertanian Suswono,
para Direktur Utama BUMN, Kepala Dinas Pertanian Jawa Barat Endang Suhendar,
Sekretaris Daerah Kab. Subang Rahmat Solihin.
Menurut Mustafa, pengadaan pangan domestik bakal
semakin berat, jika tidak diimbangi dengan program intensifikasi dan
desertifikasi pertanian. Pasalnya, jumlah penduduk terus bertambah,
sementara lahan pertaniannya tetap bahkan cenderung berkurang.
Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya mengeluarkan terobosan-terbosan
agar kebutuhan pangan bisa terpenuhi dari dalam negara sendiri.
Program sinergitas
Mustafa mengatakan, guna mendongkrak produktivitas
pangan, pihaknya mencanangkan GP3K, yakni satu gerakan penanaman padi dengan
melibatkan sejumlah BUMN seperti Perum Perhutani, PT Sang Hyang Seri, PT Pusri,
PT. Pertani, Perum Jasa Tirta, dan Perum Bulog.
Pada sinergi tersebut, ujar Abubakar, petani
menyediakan lahan dan menggarap, sementara BUMN melakukan bimbingan, modal,
menyiapkan benih unggul, pupuk, pestisida, dan menyerap hasil panen.
Dikatakan, masing-masing BUMN dibebani tangung jawab.
Misalnya, PT Sang Hyang Sri menyiapkan bibit unggul padi hibrida maupun non
hibrida, bibit jagung, dan kedelai non hibrida. Sementara PT Pertani mengelola
pergudangan. PT Pusri memproduksi dan mendistribusikan pupuk bekerja sama
dengan anak perusahaan. Perum Jasa Tirta I hektare merupakan lahan sawah
dansisanya adalah lahan kering miliki Perum Perhutani,” kata Abubakar.
Dari lahan seluas itu, ditargetkan dapat memanen 3,67
juta ton gabah kering giling atau setara 2 juta ton beras. “Hasil panennya bisa
langsung diserap oleh Perum Bulog,” katanya.
Menteri Pertanian Suswono mengatakan, pada tahun ini pihaknya mematok
poduksi beras 70,6 juta ton gabah kering giling (GKG). Dari taget sebanyak itu,
dan Ia memastikan ketersediaan air baku untuk mendukung irigasi pertanian di
Jawa.
Perum Perhutani dan Inhutani, PTPN, menyiapkan lahan baru untuk budi daya
pangan secara tumpang sari bekerja sama dengan masyarakat. Adapun, Bulog
menjamin petani memperoleh pasar dengan harga yang wajar.
Menurut dia, program itu akan dilakukan pada lahan
seluas 569.264 bektare yang tersebar di seluruh Indonesia. “500.000 5,3% atau
3,725 ton di antaranya akan digarap pihak BUMN melaui program GP3K Direktur
Utama PT Pupuk Kujang Cikampek, Achmad Tossin Sutawikara mengatakan, guna melaksanakan
program GP3K tersebut, PT PKC diberi tanggung jawab mengelola 9.800
hektare sawah di Jawa Barat.
Menurut dia, luas lahan tersebut tidak akan tumpang tindih dengan lahan
program pertanian, yang telah dilakukan oleh BUMN lainnya.
Ketahanan Pangan Kabupaten Garut Terancam
Ketahanan Pangan di Kabupaten Garut, Jawa Barat
terancam, menyusul menyusutnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan. “Alih
fungsi lahan sudah sangat mengkhawatirkan,” ujar Kepala Dinas Pertanian
Kabupaten Garut, Tatang Hidayat,
Menurut dia, alih fungsi lahan persawahan mencapai 162 hektar. Areal
pertanian itu digunakan untuk kegiatan pembangunan seperti perumahan dan
pemukiman.
Kerugian produksi akibat alih fungsi
ini mencapai 1.000 ton gabah kering giling setiap tahunnya. Kondisi itu, jelas
mengancam ketahanan pangan kabupaten Garut. “Terus terang kami khawatir
pengembang yang terus memanfaatkan lahan sawah,” ujar Tatang. Padahal idealnya
pengembang membangun perumahan di lahan kering. Karena itu, untuk mencegah semakin meluasnya alih fungsi lahan pertanian,
pihaknya, berencana melakukan pemetaan lahan sawah bersama Institut, Pertanian
Bogor, bulan depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar