Diantara bahan pangan pokok masyarakat Indonesia
selain beras dan jagung ada sorgum. Bagi masyarakat perkotaan, mungkin baru
sedikit yang tahu dengan varietas tanaman pangan satu ini. Padahal sorgum
memiliki nilai lebih dibanding dengan beras. Beberapa penelitan menyebutkan
kandungan protein pada biji sorgum sangat tinggi, jika dibandingkan dengan
bahan pangan lain seperti beras, jagung atau singkong. Sorgum cocok dikonsumsi
bagi ibu-ibu hamil atau orang yang dalam proses penyembuhan tulang.
Rasanya mirip dengan beras merah, berbentuk bulat
lebih kecil jika dibanding beras merah. Tanaman yang dalam bahasa latin
dinamakan Sorghum Bicolor L adalah jenis tanaman sereal yang potensial
dibudidayakan dan dikembangkan di daerah-daerah kering di Indonesia, seperti
Nusa Tenggara T imur atau Nusa Tenggara Barat. Masyarakat NTT menyebutnya
jagung rote.
Meski disana merupakan basis budidaya sorgum,
popularitasnya justru masih kalah dibanding jagung atau ubi. Tak ayal
jika di NTT sering terjadi kasus kelaparan. Gizi buruk juga tak luput
menjadi bagiannya.
Kalau kita lihat, tradisi pangan masyarakat Indonesia
yang masih didominasi beras menjadi salah satu pemicu masalahnya. Alih-alih
gencarnya politik beras warisan Orde Baru, hal ini justru menyebabkan turunnya
harga jual komoditas pangan yang lain. Kebutuhan lahan untuk menanam padi pun
semakin berkurang karena derasnya proses industrialisasi non pangan khususnya
di pulau Jawa yang notabene menjadi pemasok utama kebutuhan beras Nasional.
Ditambah semakin tak menentunya pola cuaca akibat global warming yang
secara langsung mempengaruhi pola tanam petani padi. Selain itu padi hanya
cocok ditanam di daerah tertentu, tergantung struktur tanahnya, serta sulit
dikembangkan di lahan-lahan kering. Untuk menjaga agar stoknya tetap stabil,
pemerintah seringkali mengandalkan impor dari luar.
Untuk mengatasi masalah krisis pangan di daerah
kering, jawabannya adalah diversifikasi pangan. Jeli melihat besarnya tantangan
dan potensi yang ada di NTT, Dahlan Iskan melalui BUMN memerintahkan Pertamina
dan PT Askes untuk melakukan kemitraan dengan masyarakat di kabupaten Belu,
NTT. Pertamina dan Askes yang menggandeng petani kabupaten Belu, NTT berhasil
menanam sorgum di lahan seluas 200 hektar. Panen sorgum pertama pun sudah
dilakukan pada akhir bulan Agustus lalu. Baru-baru ini Dahlan menyaksikan lagi
panen raya Sorgum di Kecamatan Malaka Tengah, Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT)
di lahan seluas 20 hektar.
Kebutuhan beras sebagai bahan makanan pokok memang
selayaknya dirubah, dengan cara mengenalkan dan menyarankan masyarakat untuk
mengonsumsi makanan pokok selain beras. Pemanfaatan keanekaragaman jenis pangan
di Indonesia bisa dijadikan solusi mengurangi ketergantungan beras selain juga
untuk memperbaiki gizi, serta jembatan menuju kedaulatan pangan. Sorgum menjadi
alternatif pilihan bahan pangan di NTT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar